Senin, 15 April 2013

Korupsi di Lahan Parkir



Sudah menjadi rahasia umum, lahan parkir merupakan mata pencarian baru yang menjadi rebutan bahkan sampai mengundang keributan. Menjadi sebuah tradisi bahwa badan usaha yang berdiri di suatu wilayah, lahan parkirnya harus dikelola oleh warga sekitar. Tiada masalah dengan hal ini andaikan memang tanah mereka yang dipakai dan mereka menggunakan hasilnya untuk memenuhi kehidupan, tetapi menjadi pertanyaan jika tanah yang digunakan merupakan tanah Pemda. Pemda kehilangan berbagai pendapatan dari parkir. 

Seragam khas Orange ditambah tampang yang dibuat menakutkan, seakan membuat para tukang parkir melegalkan meminta uang dengan para pengendara tanpa karcis apapun. Entah aparat terkait tak tahu apa berlagak tidak tahu hal ini mengingat mereka juga mendapat untung dari praktek ini, padahal jika dilakukan razia besar-besaran saja, bisa membuat efek jera para tukang parkir tak resmi itu. Ironisnya itu terjadi di wilayah-wilayah vital seperti Gelora Bung Karno dan Monas, dimana untuk keluar dari arena parkir, kita harus mengeluarkan 2 pengeluaran, untuk petugas parkir dan petugas karcis keluar yang akan menjadi masalah jika tidak diberikan. Bukan hanya di Jakarta, di tempat wisata seperti Malioboro, pada karcis parkir motor tertulis 500, tetapi kita diwajibkan bayar 1000, dan karcisnya tidak diberikan jika tidak diminta, parahnya karcis kita digunakan kembali untuk pengendara berikutnya, di Bandara Adi Sucipto Yogyakarta yang merupaka salah satu gerbang masuk para wisatawan juga setali tiga uang, untuk taksi agar dapat masuk lobby, harus bayar 2500 atau 2000 tetapi tanpa karcis, parahnya lagi, di kampus kebanggaan negara kita, yaitu Universitas Indonesia, masuk kendaraan roda empat membayar 2000 dan saya hampir tidak pernah diberikan karcis jika tidak diminta, saya hanya diberikan kartu parkir, padahal yang saya tau bahwa karcis adalah untuk mengecek jumlah pemasukan dari kendaraan dan lebih ironisnya yang menjaga gardu dan memberikan kartu parkir itu wanita yang berjilbab yang notaben lebih tau tentang praktek yang tidak benar itu.

Bagaimana kita menghapus tradisi korupsi di negara kita jika budaya-budaya itu sangat erat di sekitar kita bahkan di tempat kita mencari ilmu sekalipun yang seharusnya mengajarkan sesuatu yang baik dan masih banyak lagi tempat-tempat yang saya kunjungi dan mencemaskan para pengendara. Sangat ironi, ketika kita teriak anti korupsi, kepada para koruptor milyaran, tetapi untuk hal yang kecil kita tutup mata bahkan kita pun melakukannya, padahal orang bijak berkata, sesuatu yang besar, harus dimulai dari hal yang kecil. Beranilah meminta karcis parkir dan bayarlah sesuai tarifnya, bantu KPK menghapus budaya korupsi di negeri kita tercinta ini, LIHAT semua korupsi yang terjadi, LAWAN dengan kemampuan dan kapasitas yang ada di diri kita, jika kita tidak bisa baru LAPORKAN KPK. Maaf jika menyinggung pihak-pihak tertentu, saya hanya ingin negara saya tumbuh dan maju tanpa Korupsi. Semoga mendapat perhatian pihak terkait.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar