Sudah menjadi rahasia
umum, lahan parkir merupakan mata pencarian baru yang menjadi rebutan bahkan
sampai mengundang keributan. Menjadi sebuah tradisi bahwa badan usaha yang
berdiri di suatu wilayah, lahan parkirnya harus dikelola oleh warga sekitar.
Tiada masalah dengan hal ini andaikan memang tanah mereka yang dipakai dan
mereka menggunakan hasilnya untuk memenuhi kehidupan, tetapi menjadi pertanyaan
jika tanah yang digunakan merupakan tanah Pemda. Pemda kehilangan berbagai
pendapatan dari parkir.
Seragam khas Orange ditambah tampang yang dibuat
menakutkan, seakan membuat para tukang parkir melegalkan meminta uang dengan
para pengendara tanpa karcis apapun. Entah aparat terkait tak tahu apa berlagak tidak tahu hal ini mengingat
mereka juga mendapat untung dari praktek ini, padahal jika dilakukan razia
besar-besaran saja, bisa membuat efek jera para tukang parkir tak resmi itu.
Ironisnya itu terjadi di wilayah-wilayah vital seperti Gelora Bung Karno dan
Monas, dimana untuk keluar dari arena parkir, kita harus mengeluarkan 2
pengeluaran, untuk petugas parkir dan petugas karcis keluar yang akan menjadi
masalah jika tidak diberikan. Bukan hanya di Jakarta, di tempat wisata seperti
Malioboro, pada karcis parkir motor tertulis 500, tetapi kita diwajibkan bayar
1000, dan karcisnya tidak diberikan
jika tidak diminta, parahnya karcis kita digunakan kembali
untuk pengendara berikutnya, di Bandara Adi Sucipto Yogyakarta yang merupaka salah satu gerbang masuk para wisatawan juga
setali tiga uang, untuk taksi agar dapat masuk lobby, harus bayar 2500 atau
2000 tetapi tanpa karcis,
parahnya lagi, di kampus kebanggaan negara kita, yaitu Universitas Indonesia,
masuk kendaraan roda empat membayar 2000 dan saya hampir tidak pernah diberikan
karcis jika tidak diminta, saya hanya diberikan kartu parkir, padahal yang saya
tau bahwa karcis adalah untuk mengecek jumlah pemasukan dari kendaraan dan
lebih ironisnya yang menjaga gardu dan memberikan kartu parkir itu wanita yang
berjilbab yang notaben lebih tau tentang praktek yang tidak benar itu.
Bagaimana kita menghapus tradisi korupsi di negara kita jika budaya-budaya itu
sangat erat di sekitar kita bahkan di tempat kita mencari ilmu sekalipun yang
seharusnya mengajarkan sesuatu yang baik dan masih banyak lagi
tempat-tempat yang saya kunjungi dan mencemaskan para pengendara. Sangat ironi,
ketika kita teriak anti korupsi, kepada para koruptor milyaran, tetapi untuk
hal yang kecil kita tutup mata
bahkan kita pun melakukannya, padahal orang bijak berkata,
sesuatu yang besar, harus dimulai dari hal yang kecil. Beranilah meminta karcis parkir dan bayarlah sesuai
tarifnya, bantu KPK menghapus budaya korupsi di negeri kita tercinta ini, LIHAT
semua korupsi yang terjadi, LAWAN dengan kemampuan dan kapasitas yang ada di
diri kita, jika kita tidak bisa baru LAPORKAN KPK. Maaf jika menyinggung
pihak-pihak tertentu, saya hanya ingin negara saya tumbuh dan maju tanpa
Korupsi. Semoga mendapat perhatian pihak terkait.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar